KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena curahan berkat
dan rahmatNya sehingga kami bisa menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul “HILANGNYA PLANET PLUTO” tepat pada
waktunya. Adapun tujuan
penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas sekolah.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu
pengetahuan yang menunjang. penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan
maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian penulis berusaha sebisa mungkin menyelesaikan karya ilmiah ini meskipun tersusun
sangat sederhana. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu guru, yang
tidak lelah dan bosan untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis setiap saat. Orang Tua dan keluarga saya tercinta yang banyak memberikan motivasi dan
dorongan serta bantuan, baik secara moral maupun spiritual. Teman-teman saya yang
telah berbagi pengetahuan agar karya tulis ilmiah ini dapat selesai dengan
baik. Terima kasih atas semuanya.
Demikian semoga karya tulis ini dapat bermanfaat baik bagi penulis ataupun para pembaca pada umumnya. Sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan karya ilmiah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
positif dan membangun, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa
yang akan datang.
LEMBAR
PENGESAHAN
Karya ilmiah yang berjudul “Hilangnya planet pluto”
ini telah disahkan dan disetujui pada :
Hari :
Tanggal :
Disetujui oleh guru pembimbing,
(Nama Guru Pembimbing)
![]() |
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN
.................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah ................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3. Tujuan
Penelitian .............................................................................. 1
1.4. Bahasan Masalah ............................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Planet ............................................................................... 3
2.2 Pluto ................................................................................................... 4
2.3 Alasan
mengapa Pluto dihapus dari tata surya .................................. 4
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ....................................................................................... 6
3.2. Saran ................................................................................................. 6
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................. 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Mulai 24 Agustus 2006, pluto sudah tidak lagi
menyandang predikat sebagai planet. Menurut Sidang umum himpunan astronomi
internasional (international astronomical union/IAU). Para astronom mengumumkan
perubahan definisi planet, termasuk Pluto. Para astronom sepakat Pluto
statusnya bukan merupakan planet lagi, meskipun masih mempunyai sebutan
’’planet kerdil’’ (dwarf planet). Hal ini disebabkan Pluto mempunyai ciri-ciri
yang berbeda dengan kedelapan planet dalam tata surya kita.
Pada 7 September 2006 nama Pluto diganti dengan nomor
saja, yaitu 134340. Nama ini diberikan oleh Minor Planet Centre (MPC),
organisasi resmi yang bertanggung jawab dalam mengumpulkan data tentang
asteroid dan komet dalam tata surya kita. Pada 1978 Pluto diketahui memiliki
satelit yang berukuran tidak terlalu kecil darinya bernama Charon (berdiameter
1.196 km). Kemudian pada tahun 2005
ditemukan lagi satelit lainnya, Nix dan Hydra Sejarah Penemuan Sejak ditemukan
oleh Clyde William Tombaugh, seorang astronom muda di Observatorium Lowell,
pada 18 Februari 1930, Pluto kemudian menjadi salah satu anggota dari Tata
Surya yang paling kontroversial. Mungkin di Galaksi Bima Sakti ini tidak ada
planet yang sekontroversi Pluto.
1.2. Perumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang di atas, maka saya dapat mengambil
pembahasan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Asal usul ditemukannya pluto ?
2. Mengapa Pluto tidak lagi disebut planet ?
3. Bagaimana karakteristik planet pluto ?
4. Mengapa Pluto sering disebut sebagai
planet kerdil ?
1.3. Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan
memaparkan secara jelas dan rinci dari planet Pluto.
2. Untuk mengetahui alasan mengapa pluto dihapus dari sistem
tatasurya.
3. Untuk mengetahui siapa penemu Pluto.
4. Untuk mengetahui alasan disebut planet kerdil.
5. Untuk mengetahui karakteristik Pluto.
1.4. Bahasan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka saya dapat mengambil bahasan masalah sebagai
berikut : Penelitian ini hanya meneliti dan membahas tentang Hilangnya Pluto dari tata surya, dan tidak meluas ke bidang-bidang yang lain.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Planet
Planet berasal dari bahasa Yunani
Kuno astēr planētēs, yang berarti "bintang pengelana" adalah benda
astronomi yang mengorbit sebuah bintang atau sisa bintang yang cukup besar
untuk memiliki gravitasi sendiri, tidak terlalu besar untuk menciptakan fusi
termonuklir, dan telah "membersihkan" daerah sekitar orbitnya yang
dipenuhi planetesimal.
Kata planet sudah lama ada dan
memiliki hubungan sejarah, sains, mitologi, dan agama. Oleh peradaban kuno,
planet dipandang sebagai sesuatu yang abadi atau perwakilan dewa. Seiring
kemajuan ilmu pengetahuan, pandangan manusia terhadap planet berubah.
Pada tahun 2006, Persatuan Astronomi
Internasional (IAU) mengesahkan sebuah resolusi resmi yang mendefinisikan
planet di Tata Surya. Definisi ini dipuji namun juga dikritik dan masih
diperdebatkan oleh sejumlah ilmuwan karena tidak mencakup benda-benda bermassa
planet yang ditentukan oleh tempat atau benda orbitnya. Meski delapan benda
planet yang ditemukan sebelum 1950 masih dianggap "planet" sesuai
definisi modern, sejumlah benda angkasa seperti Ceres, Pallas, Juno, Vesta
(masing-masing objek di sabuk asteroid Matahari), dan Pluto (objek
trans-Neptunus yang pertama ditemukan) yang dulunya dianggap planet oleh
komunitas ilmuwan sudah tidak dipermasalahkan lagi.
Ptolomeus menganggap planet
mengelilingi Bumi dengan gerakan deferen dan episiklus. Walaupun ide planet
mengelilingi Matahari sudah lama diutarakan, baru pada abad ke-17 ide ini
terbukti oleh pengamatan teleskop Galileo Galilei. Dengan analisis data
observasi yang cukup teliti, Johannes Kepler menemukan bahwa orbit planet tidak
berbentuk lingkaran, melainkan elips. Seiring perkembangan peralatan observasi,
para astronom mengamati bahwa planet berotasi pada sumbu miring dan beberapa di
antaranya memiliki beting es dan musim layaknya Bumi. Sejak awal Zaman Angkasa,
pengamatan jarak dekat oleh wahana antariksa membuktikan bahwa Bumi dan
planet-planet lain memiliki tanda-tanda vulkanisme, badai, tektonik, dan bahkan
hidrologi.
Secara umum, planet terbagi menjadi
dua jenis utama: raksasa gas besar berkepadatan rendah dan raksasa darat kecil
berbatu. Sesuai definisi IAU, ada delapan planet di Tata Surya. Menurut
jaraknya dari Matahari (dekat ke jauh), ada empat planet kebumian, Merkurius,
Venus, Bumi, dan Mars, kemudian empat raksasa gas, Yupiter, Saturnus, Uranus,
dan Neptunus. Enam planet di antaranya dikelilingi oleh satu satelit alam atau
lebih. Selain itu, IAU mengakui lima planet kerdil dan ratusan ribu benda kecil
Tata Surya. Mereka juga masih mempertimbangkan benda-benda lain untuk
digolongkan sebagai planet.
Sejak 1992, ratusan planet yang
mengelilingi bintang-bintang lain ("planet luar surya" atau
"eksoplanet") di Bima Sakti telah ditemukan. Per 22 Maret 2013, 861
planet luar surya yang diketahui (di 677 sistem planet dan 128 sistem
multiplanet) terdaftar di Extrasolar Planets Encyclopedia. Ukurannya beragam,
mulai dari planet daratan mirip Bumi hingga raksasa gas yang lebih besar daripada
Yupiter. Pada tanggal 20 Desember 2011, tim Teleskop Luar Angkasa Kepler
menemukan dua planet luar surya seukuran Bumi, Kepler-20e dan Kepler-20f, yang
mengorbit bintang mirip Matahari, Kepler-20. Studi tahun 2012 yang menganalisis
data mikrolensa gravitasi memperkirakan setiap bintang di Bima Sakti rata-rata
dikelilingi oleh sedikitnya 1,6 planet. Sejumlah astronom di
Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) melaporkan pada Januari 2013
bahwa sedikitnya 17 miliar eksoplanet seukuran Bumi (tepatnya 0,8–1,25 massa
Bumi) dengan periode orbit 85 hari atau kurang berada di galaksi Bima Sakti.
2.2 Pluto
Pluto (nama planet minor: 134340 Pluto) adalah planet katai di sabuk Kuiper dan
objek trans-Neptunus pertama yang ditemukan. Pluto merupakan planet katai
terbesar dan bermassa terbesar kedua di Tata Surya dan benda terbesar
kesembilan dan bermassa terbesar kesepuluh yang mengorbit Matahari secara
langsung. Pluto merupakan objek trans-Neptunus dengan volume terbesar dan massa
yang sedikit lebih kecil daripada Eris, planet katai di piringan tersebar.
Layaknya objek lain di sabuk Kuiper, Pluto terdiri dari batu dan es dan relatif
kecil—kurang lebih seperenam massa Bulan dan sepertiga volume Bulan. Pluto
memiliki orbit eksentris dan miring dengan jarak 30 sampai 49 satuan astronomi
(4,4–7,3 miliar km) dari Matahari. Ini berarti ada saatnya Pluto lebih dekat ke
Matahari daripada Neptunus; resonansi orbit yang stabil dengan Neptunus membuat
kedua planet ini tidak bertabrakan. Pada tahun 2014, Pluto berjarak 32,6 SA
dari Matahari. Cahaya Matahari butuh waktu 5,5 jam untuk mencapai Pluto pada
jarak rata-ratanya (39,4 SA).
Proses penemuan Pluto sebenarnya diawali dengan kekeliruan
interpretasi sejumlah astronom yang mendapati adanya kekacauan dalam orbit
Uranus. Semula mereka berasumsi bahwa Neptunuslah yang mengacaukan orbit Uranus
karena tarikan gravitasinya. Di akhir abad 19, setelah melakukan observasi
lanjutan, para astronom berpendapat bahwa ada planet lain selain Neptunus yang
mengganggu orbit Uranus.
Pada tahun 1905 seorang astronom AS, Percival Lowell, memulai proyek pencarian planet ke-sembilan dalam sistem Tata Surya. Lowell bersama rekannya, William H. Pickering, mengajukan beberapa konsep koordinat planet ke-sembilan dalam Tata Surya yang mereka namakan “Planet X”. Lowell meninggal pada tahun 1916, akan tetapi proyek pencariannya tetap dilanjutkan. Nama Lowell diabadikan sebagai nama observatorium yang didirikannya pada tahun 1894.
Pada bulan Januari 1930, Clyde Tombaugh, seorang peneliti yang juga anggota tim proyek pencarian planet ke-sembilan dalam Tata Surya di Observatorium Lowell, berhasil mencitrakan beberapa pergerakan sebuah obyek misterius di luar angkasa. Tim peneliti dalam proyek tersebut berkesimpulan bahwa obyek luar angkasa itu adalah sebuah planet dan untuk memastikannya mereka kemudian mengirim hasil pencitraan obyek luar angkasa itu ke Observatorium Harvard College untuk diteliti lebih lanjut.
Setelah dipastikan bahwa obyek yang ditemukan itu adalah sebuah planet, Tombaugh dan ketua tim peneliti, Vesto Melvin Slipher, menggelar sayembara untuk mencarikan nama bagi planet ke-sembilan itu. Nama Pluto dicetuskan oleh Venetia Burney, seorang anak perempuan umur sebelas tahun asal Oxford, Inggris. Venetia yang gemar mempelajari mitologi Yunani Kuno dan astronomi pertama kali mengusulkan nama ini pada kakeknya, Falconer Madan, mantan pustakawan di Universitas Oxford, Inggris. Madan kemudian meneruskan usul cucunya ini pada Profesor Herbert Hall Turner yang kemudian meneruskannya lagi pada rekan-rekannya di Amerika.
Setelah melalui proses penyeleksian, pada 24 Maret 1930, tim peneliti di Observatorium Lowell berembuk untuk menentukan mana di antara 3 nama berikut yang akan dijadikan nama planet baru itu yaitu: “Minerva”, “Cronus”, dan “Pluto”. Akhirnya, pada 1 Mei 1930, tim memutuskan nama planet baru itu adalah “Pluto”.
Pada tahun 1905 seorang astronom AS, Percival Lowell, memulai proyek pencarian planet ke-sembilan dalam sistem Tata Surya. Lowell bersama rekannya, William H. Pickering, mengajukan beberapa konsep koordinat planet ke-sembilan dalam Tata Surya yang mereka namakan “Planet X”. Lowell meninggal pada tahun 1916, akan tetapi proyek pencariannya tetap dilanjutkan. Nama Lowell diabadikan sebagai nama observatorium yang didirikannya pada tahun 1894.
Pada bulan Januari 1930, Clyde Tombaugh, seorang peneliti yang juga anggota tim proyek pencarian planet ke-sembilan dalam Tata Surya di Observatorium Lowell, berhasil mencitrakan beberapa pergerakan sebuah obyek misterius di luar angkasa. Tim peneliti dalam proyek tersebut berkesimpulan bahwa obyek luar angkasa itu adalah sebuah planet dan untuk memastikannya mereka kemudian mengirim hasil pencitraan obyek luar angkasa itu ke Observatorium Harvard College untuk diteliti lebih lanjut.
Setelah dipastikan bahwa obyek yang ditemukan itu adalah sebuah planet, Tombaugh dan ketua tim peneliti, Vesto Melvin Slipher, menggelar sayembara untuk mencarikan nama bagi planet ke-sembilan itu. Nama Pluto dicetuskan oleh Venetia Burney, seorang anak perempuan umur sebelas tahun asal Oxford, Inggris. Venetia yang gemar mempelajari mitologi Yunani Kuno dan astronomi pertama kali mengusulkan nama ini pada kakeknya, Falconer Madan, mantan pustakawan di Universitas Oxford, Inggris. Madan kemudian meneruskan usul cucunya ini pada Profesor Herbert Hall Turner yang kemudian meneruskannya lagi pada rekan-rekannya di Amerika.
Setelah melalui proses penyeleksian, pada 24 Maret 1930, tim peneliti di Observatorium Lowell berembuk untuk menentukan mana di antara 3 nama berikut yang akan dijadikan nama planet baru itu yaitu: “Minerva”, “Cronus”, dan “Pluto”. Akhirnya, pada 1 Mei 1930, tim memutuskan nama planet baru itu adalah “Pluto”.
Pluto ditemukan tahun 1930 dan awalnya
dinyatakan sebagai planet kesembilan dari Matahari. Setelah 1992, status
planetnya dipertanyakan setelah para astronom menemukan sabuk Kuiper, lingkaran
objek di luar Neptunus yang mencakup Pluto dan benda-benda lainnya. Tahun 2005,
Eris, yang massanya 27% lebih besar daripada Pluto, ditemukan. Persatuan
Astronomi Internasional (IAU) mengeluarkan definisi resmi "planet"
untuk pertama kalinya pada tahun 2006. Pluto tidak sesuai dengan definisi ini
dan dipindahkan ke golongan "planet katai" yang baru saja dibuat,
lebih tepatnya plutoid.[16] Sejumlah astronom meyakini bahwa Pluto masih
dianggap sebagai planet.
Pluto sejauh ini diketahui memiliki lima
satelit: Charon (terbesar; diameternya separuh diameter Pluto), Styx, Nix,
Kerberos, dan Hydra. Pluto dan Charon kadang dianggap sistem biner karena
barisenter orbit mereka terletak di antara kedua objek ini. IAU belum
meresmikan definisi planet katai biner, dan Charon dinyatakan secara resmi
sebagai satelit Pluto.
2.3 Alasan mengapa Pluto dihapus dari tata surya
Ada tiga kriteria utama dari sebuah
planet; planet harus memiliki orbit mengitari matahari, harus memiliki massa
yang cukup besar sehingga memiliki bentuk (kurang lebih) bulat seperti bola,
dan harus mampu menyapu objek-objek yang berada di lintasan orbitnya. Kriteria
yang di klaim menjatuhkan Pluto dari definisi planet adalah yang terakhir,
setelah beberapa objek ditemukan di sekitar lintasannya. Lintasan Pluto
sesungguhnya berada pada sebuah sabuk atau ring matahari yang diberi nama Sabuk
Kuiper (Kuiper Belt). Sabuk ini dihuni oleh banyak sekali objek-objek langit,
dan Pluto mewakili objek terbesar penghuni sabuk . Sebenarnya dua kriteria yang lain pun
memberatkan sebagai kandidat planet. Dari segi lintasannya, Pluto memiliki
orbit yang sangat eksentrik. Jarak terdekat dan terjauh ke matahari adalah 4.4
Milyar km, 7.4 Milyar km. Pada satu saat Pluto memiliki jarak lebih dekat ke
matahari dibanding Neptunus. Lintasan elips ini membentuk bidang dengan
kemiringan 17° dari bidang ekliptik, yaitu bidang yang dibentuk oleh lintasan
bumi terhadap matahari. Kemiringan ini sangat ekstrim jika dibanding dengan
planet lain. Kemiringan bidang lintasan planet terhadap ekliptik yang terbesar
dimiliki oleh Merkurius, yaitu 7°. Walaupun dari segi bentuk tidak ada masalah,
dari segi ukuran Pluto bisa dikatakan terlalu kecil. Massa Pluto adalah
sepertujuh dari massa bulan kita, dengan diameter 2300 km, dua per tiga dari
diameter bulan (3476 km). Dibanding dengan objek lain yang dianggap satelitnya,
yakni Charon, diameternya hanya kurang lebih dua kali lebih besar. Charon juga
sebenarnya terlalu besar untuk dijadikan “bulan” untuk Pluto. Perbandingan
ukuran yang tidak jauh ini mengakibatkan Charon tidak mengitari Pluto pada
porosnya. Kedua objek ini sama-sama bergerak mengitari, sehingga Pluto dengan
Charon bagaikan putaran dumble yang berat ujung-ujungnya sedikit berbeda.
Beberapa astronom kemudian mengkatagorikan sebagai planet-kerdil ganda (dwarf
double planet). Bagi masyarakat Amerika Serikat, keputusan IAU ini sangat tidak
mengenakkan. Pluto adalah satu-satunya “planet” yang ditemukan oleh orang
Amerika. Akibatnya, banyak protes dan demonstrasi menentang IAU. Kasus
diskualifikasi Pluto memiliki muatan emosional yang sangat kuat, sehingga ada
pernyataan bahwa “Pluto akan tetap menjadi planet selamanya di langit New
Mexico!”. Saya tidak tahu secara pasti apakah dalam buku-buku pelajaran di
Indonesia Pluto masih planet atau bukan, akan tetapi ini adalah satu dari
fungsi koreksi diri dari ilmu pengetahuan, yang juga pernah terjadi sebelumnya.
Sekitar abad 18, Ceres, sebuah objek yang memiliki lintasan diantara Mars dan
Jupiter, dianggap Planet yang kedelapan. Akan tetapi, setelah ditemukan
objek-objek lain disekitarnya, Ceres pun didiskualifikasi dari jajaran planet.
Mendebat diskualifikasi IAU terhadap Pluto, beresiko untuk memasukkan Ceres
kembali dalam daftar planet.
PLANET KERDIL
Pluto kemudian masuk dalam keluarga baru
yang disebut planet kerdil atau planet katai (dwarf planets). Keluarga ini
beranggotakan Pluto dan benda-benda langit lain di Tata Surya yang mirip dengan
Pluto, termasuk di dalamnya asteroid terbesar Ceres, satelit Pluto, Charon, dan
beberapa benda langit lain yang baru saja ditemukan.
Menurut Direktur Observatorium Bosscha di
Lembang, Jawa Barat, Dr Taufiq Hidayat, keputusan Sidang Umum IAU tersebut
adalah puncak perdebatan ilmiah dalam astronomi yang sudah berlangsung sejak
awal 1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang
menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.
“Karakteristik Pluto memang berbeda dengan
planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya lebih menyerupai komet
daripada planet,” ungkap astronom yang mendalami bidang ilmu-ilmu planet ini.
Selain itu, perkembangan teknologi
teleskop juga membawa pada penemuan berbagai benda langit yang masuk dalam
kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object/KBO). Sabuk Kuiper sendiri
adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak 50
Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni
sekitar 149,6 juta kilometer) dari Matahari.
Beberapa KBO sangat menarik perhatian
karena berukuran hampir sama atau bahkan lebih besar daripada Pluto (diameter
2.300 km) dan ada yang memiliki satelit atau “bulan”. Beberapa obyek tersebut,
antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km), Sedna (1.180 km- 1.800 km),
dan yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003 UB313 yang ditemukan Michael
Brown dari California Institute of Technology (Caltech) pada 2003 lalu. Obyek
yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter 2.400 km, yang berarti lebih
besar daripada Pluto.Xena sempat dihebohkan sebagai planet ke-10 Tata Surya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keputusan melepas status planet dari Pluto tentu saja sangat
mengejutkan semua pihak. “Kata ‘planet’ dan gagasan tentang planet bisa menjadi
sangat emosional karena itu adalah hal yang kita pelajari sejak kita masih
kanak-kanak,” ungkap Richard Binzel, profesor ilmu-ilmu planet dari
Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang menentang “pemecatan” Pluto,
seperti dikutip Associated Press.
Bagaimanapun, sejak tahun 2006 Pluto sudah tidak lagi
dikategorikan sebagai planet inti dalam sistem Tata Surya oleh Himpunan
Astronomi Internasional (IAU). Karena sejak penemuannya pada tahun 1930 hingga
pada 2006 telah ditemukan sejumlah obyek lain di bagian terluar Tata Surya yang
komposisinya serupa dengan Pluto, salah satunya yaitu Eris yang mempunyai massa
27% lebih padat daripada Pluto. Pluto kini hanya digolongkan dalam
planet-planet minor atau kerdil (dwarf planet) bersama dengan Eris dan Ceres
dan diberi nomor 134340.
3.2. Saran
Dengan lebih mengetahui alasan mengapa Pluto tidak lagi disebut planet ini sudah selayaknya kita dapat mencerna sebagai pengatahuan dimasyarakat
yang keliru sedari dulu. Sebagai aktivitas akademika
kita juga dapat melakukan penelitian tentang planet-planet lain dari buku,
internet ataupun media lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://fadacute.wordpress.com/2010/01/07/hilangnaya-planet-pluto
http://www.asal-usul.com/2009/02/tentang-pluto.html
http://marhenisme.blogspot.co.id/2013/04/alasan-planet-pluto-keluar-dari-tata.html
http://deddyardiansyah.blogspot.co.id/2012/10/hilangnya-pluto-sbg-planet-tata-surya.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Planet
https://id.wikipedia.org/wiki/Pluto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar